Monday, June 24, 2013

Konspirasi Kapitalis terhadap Kenaikan Harga BBM

“Demokrasi itu adalah Pemerintahan yang berdasarkan pada prinsip; Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Begitu kata Abraham Lincoln, salah satu Tokoh Pembangun Negara Amerika Serikat sekitar dua abad yang lalu. Sementara, salah seorang Filosof Prancis memberikan makna Demokrasi dalam dua buah Frasa, “Vox Populi, Vox Dei” yang artinya “Suara rakyat, suara Tuhan”

Anomali Demokrasi
“Kenaikan Harga BBM”, Kalimat tersebut sepertinya memang menjadi horror bagi segenap penduduk Indonesia, terlebih sejak sekitar satu dekade lalu. Tentu bukan tanpa alasan. Itu karena rakyat memang sudah paham, tentang bagaimana implikasi dari perwujudan kalimat tersebut dalam kenyataan.

Semua sudah tau, BBM atau Bahan Bakar Minyak,merupakan salah satu kebutuhan sentral yang menggerakkan kehidupan rakyat. Mulai dari rakyat kecil, menengah, hingga kalangan atas. Secara langsung maupun tidak, semuanya menikmati efek dari BBM.

Nasi, Ayam, Sayur dan berbagai lauk pauk yang dimakan rakyat tiap hari, adalah ‘campur tangan’ BBM. BBM ikut menggerakan mobil angkutan yang mengangkut bahan pangan tersebut pulang pergi menuju pasar. Baik itu angkutan mobil Colt, atau truk-truk besar yang melintas antar Provinsi, bahkan Pulau.

Bahan pangan yang digerakkan oleh BBM itu, kalau kita ingat juga, adalah sumber energi yang membuat manusia bisa hidup menjalani kehidupannya. Sehingga manusia bisa bergerak lincah, kesana kemari mengarungi medan kehidupan. Dengannya, Para ibu siaga menjaga anak anaknya dirumah, Para bapak semangat berjuang mencari nafkah. Para anak bertenaga membuktikan baktinya pada orang tua. Ya, Kehidupan berjalan dengan peran pangan yang tak datang begitu saja, ada campur tangan BBM yang menghadirkannya di depan ‘meja’ makan.

Dengan BBM pula, hari ini, anak-anak bisa diberi jalan yang lapang untuk menjadi pintar dan cerdas. Mereka pergi ke sekolah, menggunakan angkutan. Baik umum atau pribadi. Sama saja. Mereka tak perlu bersusah payah menghabiskan tenaga dengan berjalan membakar kalori, tenaganya bisa mereka simpan untuk fokus pada materi di kelas.

Ya, diakui atau tidak, dengan secuil fakta diatas, kita bisa tau bahwa BBM memang vital keberadaannya bagi manusia.

Nah, lantas bagaimana jadinya bila BBM harganya mahal? Tentu saja, harga pangan dan angkutan akan ikut mahal. Bisa diterka, akibatnya akan semakin banyak lagi bapak yang lapar tak mampu memberikan asupan energi yang cukup bagi Istri dan anak-anaknya. Demikian pula, akan banyak lagi anak-anak yang malas sekolah, atau putus sekolah karena biaya angkutan yang membengkak. Mereka akan semakin menderita dan tak berdaya.

Mayoritas rakyat paham benar akan hal tersebut. Maka dari itu, mereka dengan lantang menolak, ketika Pemerintah berencana menaikkan harga BBM pada pertengahan Juni 2013 ini. Memang benar, rencana menaikkan harga BBMtersebut sudah sejak bertahun tahun yang lalu. Namun karena setiap wacana tersebut muncul rakyat langsung bersuara, pemerintah jadi ragu melulu. Dan mungkin kini, pemerintah ingin mencoba peruntungannya kembali.

Padahal belum pula harga BBM dinaikkan, hidup memangsudah teramat berat bagi kebanyakan rakyat. Merujukstandar kemiskinan Bank Dunia, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada 2013 ini,sudah mencapai 97,9 juta jiwa. Atau setara dengan 40 persen penduduk. Makajangan heran, menjadi mustahil bila rakyat akan sukarela membiarkan harga BBMkembali naik. Survey yang dilakukan Lembaga Survey Nasional, barubaru ini saja, mendapati  bahwa 86,1%rakyat menolak harga BBM dinaikkan.

Sayang, jumlah 86,1% tak ada artinya di negara Indonesia yang katanya menunjung tinggi Demokrasi ini. Pemerintah sepertinya tak bergeming. Melalui para wakilnya di DPR, dan intelektual-intelektual Neolib, mereka masih tetap bersikeras untuk menjalankan kebijakan yang bertolak belakang dengan aspirasi rakyat.

Padahal, mereka duduk di kekuasaan karena dipilih rakyat, dan mereka ada disana untuk menjalankan apa yang diinginkan rakyat.Belum lagi, mereka juga digaji dari keringat rakyat yang rajin membayar pajak. Mereka ada di lingkaran Demokrasi untuk mewakili suara rakyat. Lantas, ketika mereka kini justru mencampakkan suara rakyat, maka suara siapa yang merekaturuti?

Jangan-jangan, memang benar apa yang disampaikan oleh Rutherford B. Hayes, Mantan Presiden AS yang pernah menyatakan tentang fakta kondisi AS setelah belasan tahun menjalankan Sistem Demokrasi. Katanya, Demokrasi telah menjadikan AS sebagai Negara yang “from company, by company, for company” (dari perusahaan, oleh perusahaan, dan untuk perusahaan). Bila di maknai lebih dalam, “dari Kapitalis, oleh Kapitalis, dan untuk Kapitalis”

Mungkin, hari ini, Indonesia yang sejak Tahun 1965 resmi menjadi negeri ‘jajahan’ AS tertular pula dengan kenyataan yang dinyatakan oleh Hayes tersebut. Suara rakyat tak di dengar, yang didengar hanyalah suara Kapitalis (pemilik modal). Semua kebijakan dibuat, dihasilkandan ditujukan dengan merujuk pada kepentingan para Kapitalis yang memilikisegudang kepentingan Ideologinya, kepentingan Kapitalisme.

Membongkar Alasan
Memang, kita tak bisa sembarangan dan serampangan memberikan klaim, bahwa Indonesia sudah menjadi negara Demokrasi yang dinyatakan oleh Hayes. Perlu sedikit kajian untuk membuktikannya. Dan setelah itu, barulah kita layak untuk berteriak membenarkan pernyataan Hayes. Setidaknya ada dua alasan utama yang paling sering di kemukakan oleh Pemerintah sebagai dalih menaikkan harga BBM, diantaranya;
  1. Menaikan Harga BBM, atau bahasa halusnya mengurangi Subsidi BBM, adalah  untuk menghemat APBN. Rutinitas Pemerintah, yang tiap Tahun mengalokasikan kavling bagi Subsidi BBM dalam APBN dituding sebagai penyebab bengkaknya APBN, sehingga harus segera dikurangi. Benarkah demikian?
    Sangat mudah bagi khalayak untuk menyimpulkan bahwa alasan ini adalah sebuah dusta yang nyata. Karena bila memang pemerintah hendak menghemat APBN, mereka masih punya opsi lain yang lebih aman, tanpa harus mengorbankan hak rakyat. Misalnya, dengan cara memangkas anggaran belanja aparatur negara yang jumlahnya sangat banyak.
    Dalam APBN yang dirancang Pemerintah pada tahun 2013, anggaran belanja aparatur negara mencapai 79% dari jumlah APBN. Sementara subsidi BBM hanya menyita 193,8 Triliun, atau 12% dari jumlah APBN. Padahal, anggaran belanja Aparatur negara hanya dinikmati segelintir orang saja. bahkan pemakaiannya seringkali menunjukan pemborosan.
    Bayangkan, gaji Presiden SBY saja mencapai US$ 124.171 atau sekitar Rp 1,1 miliar per tahun (tertinggi ketiga didunia); Anggaran perjalanan dinas para pejabat negara yang mencapai Rp 21 trilun per tahun; biaya baju Presiden Rp.839 juta; biaya kebutuhan pengamanan Presiden yang mencapai 52 Milyar per tahun, dan banyak lagi yang masih bisadipangkas.
    Selain itu, Setiap tahun APBN juga lebih dibebani oleh pembayaran cicilan utang dan bunganya. Untuk tahun 2012, porsi pembayaran utang mencapai  Rp113,2 triliun. Padahal, sebagian besar utang itu tidak pernah dinikmati oleh rakyat. Utang itu hanya dinikmati oleh para pebisnis kelas kakap yang berurusan dengan Bank-bank yang menjadi alat penyedot uang bagi para Kapitalis.
    Pemerintah juga sebenarnya bisa mengurangi tingkat kebocoran APBN yang masih sangat tinggi. Menurut FITRA, tiap tahun kebocoran APBN mencapai 30%. Artinya, jika total APBN mencapai Rp 1600triliun, berarti ada Rp 320-an triliun uang negara yang menguap tidak jelas.Tentu jumlah demikian lebih besar ketimbang subsidi BBM.
  2. Alasanlain yang kerap dinyatakan Pemerintah adalah bahwa: subsidi BBM tidak tepat sasarandan hanya dinikmati oleh segelintir kaum kaya. Sebagaimana yang sering ditampilkan dalam berbagai iklan. Menurut pemerintah, subsidi BBM lebih banyak dinikmati kaum kaya yang sebenarnya tidak berhak menerima subsidi.
    Apa benar demikian? Tak jelas ukuran yang dipakai dalam menyimpulkan pernyataan tersebut. Secara nyata, khalayak bisa menyaksikan di lapangan bahwa yang terjadi justru tak demikian. Pengguna BBM nyatanya didominasi oleh kalangan menengah kebawah.
    Kenyataan tersebut dikuatkan olehdata yang dikeluarkan oleh SUSENAS (Sensus Ekonomi Nasional) pada Tahun 2010 yang menyatakan bahwa pengguna BBM 65% adalah rakyat kelas bawah dan miskin,27% menengah, 6% menengah ke atas, dan hanya 2% orang kaya. Itu dikuatkan pula dengan sensus lain tentang kendaraan bermotor. Dari total jumlah kendaraan bermotor yang ada di Indonesia (53,4 juta), sebanyak 82%  nya adalah kendaraan roda dua. Dan jenis tersebut, notabene mayoritas dimiliki kalangan menengah kebawah.
Faktanya, Banyak rakyat miskin yangmenggantungkan hidupnya pada kendaraan roda dua. Banyak Tukang Ojeg, banyak buruh Pabrik, banyak Pedagang Sayur, dan yang lainnya. Mereka sehari hari menjadikan motor sebagai tumpuan untuk mengais rezeki yang halal. Tentu saja, merujuk pada fakta-fakta tersebut, semakin nampak bahwa Pemerintah sedang membohongi dan membodohi rakyatnya.

Merajut Kebenaran
Lantas, bila kedua alasan yang sering disampaikan oleh Pemerintah ternyata merupakan kebohongan, maka apa sebenranya alasan yang membuat mereka ngotot menaikan harga BBM? Hingga tak segan membohongi rakyat yang menaruh harapan pada kekuasaannya? Sebagaimana seorang Suami yangmenceraikan Istrinya karena hal yang konyol, pasti ia malu menyampaikan alasannya. Ia akan berkelit mencari alasan lain yang lebih masuk akal dan tak menjatuhkan pamornya di hadapan orang banyak.

Sesuatu yang hilang, tak mungkin untuk kembali didapatkan. Namun, sesuatu yang tersembunyi, masih bisa untuk ditemukan. Begitu juga dengan apa yang dilakukan Pemerintah hari ini, alasan menaikkan Harga BBM yang sebenarnya lambat laun mulai terkuak. Dan ternyata, Hayes benar. Pemerintah sedang berusaha memuluskan apa yang diinginkan oleh para Kapitalis. Tepatnya Kapitalis Asing. Tuan mereka yang asli.

Kapitalis Global, dengan berbagai elemen kekuatannya, sejak lama sudah berusaha mendorong Pemerintah untuk menghapuskan subsidi BBM. Keberadaan subsidi BBM, bagi para Kapitalis adalah batu ganjalan yang membuat bisnis mereka di sektor Hilir Migas terganggu. Mandek. Tak maju. Perusahaan tambang Migas Multinasional yang berhasrat merambah bisnis di sector Hilir dengan membangun SPBU, seperti; Total E&P, Exxon Mobil, Chevrn danlain lain, sangat berharap agar Pemerintah mencabut subisidi BBM. Karena dengan demikian, mereka dapat bersaing dengan SPBU Pertamina yang kini masih menjual harga BBM dengan subsidi. Karena keberadaan subsidi jelas, memastikan merekakalah dalam persaingan bisnis SPBU.

Betapa kuatnya dorongan Kapitalis Global untuk memaksa Pemerintah Indoneisa menghapuskan subisidi terbukti dalam berbagaifakta. Dalam sebuah Dokumen USAID, TITLE AND NUMBER: Energy Sector Governance Strengthened, 479-13 menyebutkan: “..Tujuan Strategis iniakan menguatkan pengaturan sektor energy untuk membantu sector energy lebihefisien dan transparan, dengan jalan meminimalkan peran pemerintah sebagairegulator, mengurangi subsidi, mempromosikan sector swasta (Perusahaan Kapitalis)”

Bank Dunia, sebagai salah satu corong Kapitalis pun pernah menekan Pemerintah untuk menghapuskan subsidi BBM sebagai syarat pemberian utangnya di Tahun 2001. Hal tersebut terkuak dalamIndonesianCuntry Assistence Strategy (World Bank, 2001)

Sejak tahun 2008 pula, Organisasi Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) sudah menodong pemerintah Indonesia agarmenghapuskan subsidi BBM. Bahkan kemudian, pada 1 November 2010, Sekjend OECD Angel Gurria menemui sejumlah Pejabat Tinggi Indonesia, termasuk Wapres Boediono dan Menkeu Agus Martowardoyo. Di situ, mereka berusaha menyakinkan pemerintah Indonesia agar segera menghapus subsidi BBM dan listrik hingga 2014.

Dalam forum G-20 di Pittsburgh (2009)dan Gyeongju (2010), proposal penghapusan subdisi BBM makin gencar disuarakan. Di Pittsburgh, G20 memaksa negara anggotanya, termasuk Indonesia, segera menghapus subsidi BBM secara bertahap. Di Gyeongju, Korea Selatan, PemerintahIndonesia menjanjikan akan melaksanakan penghapusan subdisi energi, khususnya BBM dan TDL, dimulai pada tahun 2011.

Bahkan, untuk merespon dengan cepat diloloskanya kebijakan tersebut, Sejak beberapa tahun lalu, tiga perusahaan asing sudah menyiapkan kesiapannya untuk membangun stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di berbagai wilayah di Indonesia. Ketiganya adalah Shell (milik Inggrisdan Belanda), Petronas (Malaysia), dan Total (Prancis).

Menengok Fakta tersebut, nampaknya sudah sangat jelas. Bahwa alasan sebenarnya dari kengototan Pemerintah adalah karena desakan Para Kapitalis yang rakus dan serakah. Yang tak pernah puas menjarah dan memerah darah rakyat bawah. Dan terbukti pula, bahwa ide Demokrasi hanya sebuah ilusi. Yang tak berkutik bila sudah dihadapkan pada kekuatan raksasa Kapitalis yang digdaya. [1]

BBM Naik, Rakyat kembali menjerit

Kapitalis Global, dengan berbagai elemen kekuatannya, sejak lama sudah berusaha mendorong Pemerintah untuk menghapuskan subsidi BBM. Keberadaan subsidi BBM, bagi para Kapitalis adalah batu ganjalan yang membuat bisnis mereka di sektor HilirMigas terganggu. Mandek. Tak maju. Perusahaan tambang Migas Multinasional yang berhasrat merambah bisnis di sector Hilir dengan membangun SPBU, seperti; Total E&P, Exxon Mobil, Chevrn danlain lain, sangat berharap agar Pemerintah mencabut subisidi BBM. Karena dengan demikian, mereka dapat bersaing dengan SPBU Pertamina yang kini masih menjual harga BBM dengan subsidi. Karena keberadaan subsidi jelas, memastikan merekakalah dalam persaingan bisnis SPBU.


Betapa kuatnya dorongan Kapitalis Global untuk memaksa Pemerintah Indoneisa menghapuskan subisidi terbukti dalam berbagaifakta. Dalam sebuah Dokumen USAID, TITLE AND NUMBER: Energy Sector Governance Strengthened, 479-13 menyebutkan: “..Tujuan Strategis iniakan menguatkan pengaturan sektor energy untuk membantu sector energy lebihefisien dan transparan, dengan jalan meminimalkan peran pemerintah sebagairegulator, mengurangi subsidi, mempromosikan sector swasta (Perusahaan Kapitalis)”

Bank Dunia, sebagai salah satu corong Kapitalis pun pernah menekan Pemerintah untuk menghapuskan subsidi BBM sebagai syarat pemberian utangnya di Tahun 2001. Hal tersebut terkuak dalam IndonesianCuntry Assistence Strategy (World Bank, 2001)

Sejak tahun 2008 pula, Organisasi Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) sudah menodong pemerintah Indonesia agarmenghapuskan subsidi BBM. Bahkan kemudian, pada 1 November 2010, Sekjend OECD Angel Gurria menemui sejumlah Pejabat Tinggi Indonesia, termasuk Wapres Boediono dan Menkeu Agus Martowardoyo. Di situ, mereka berusaha menyakinkan pemerintah Indonesia agar segera menghapus subsidi BBM dan listrik hingga 2014.  [2] (mss/a7)



Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Blogger Tips and TricksLatest Tips And TricksBlogger Tricks